PLTN dan Perkembangannya di Indonesia
Sobat Tekkimers, saat mendengar kata nuklir, pasti akan terlintas dalam pikiran sebuah kekuatan besar yang sangat tidak stabil, menghasilkan ledakan besar yang menimbulkan radiasi berbahaya seperti di Chernobyl (Ukraina) dan Three Mile Island (USA), atau sebuah senjata peperangan mematikan seperti halnya bom Hiroshima dan Nagasaki. Ya, kurang lebih seperti ini :
Tentu saja hal tersebut sangat membuat masyarakat ketakutan untuk sekadar mendengar bahwa nuklir berada di sekitarnya dan bisa meledak kapan saja. Hal ini menjadi sebuah topik pembicaraan yang turun-temurun diwariskan dan membuat pandangan masyarakat terhadap nuklir kian memburuk. Padahal hal tersebut sudah tidak relevan lagi dengan perkembangan saat ini jika dijadikan sebagai bayangan yang suram dari penggunaan teknologi nuklir.
Bahan bakar yang dipakai baik untuk senjata maupun sebuah reaktor itu bisa jadi sama yaitu berasal dari bahan nuklir, tetapi sangat berbeda jika ditinjau antara senjata nuklir dengan sebuah reaktor (Permana, 2005). Tidak hanya dari tujuan dibangunnya saja, tetapi juga secara teknis, teknologi, dan pengembangannya pun berbeda. Energi nuklir yang dihasilkan dari sebuah reaktor nuklir dapat dimanfaatkan menjadi energi listrik (PLTN) yang bisa menjadi kontributor kompetitif dengan sumber energi listrik lainnya seperti batu bara, minyak, gas, air dan lainnya.
Pemanfaatan teknik nuklir dalam bidang energi saat ini sudah berkembang dan dimanfaatkan secara besar-besaran dalam bentuk pembangkit listrik. Menurut Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN), Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) sendiri adalah sebuah pembangkit daya termal yang menggunakan satu atau beberapa reaktor nuklir sebagai sumber panasnya. Prinsip kerja sebuah PLTN hampir sama dengan sebuah Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU), yakni menggunakan uap bertekanan tinggi. Perbedaannya adalah pada sumber panas yang digunakan untuk menghasilkan uap. Sumber panas untuk menghasilkan uap tidak dihasilkan dari pembakaran bahan fosil, tetapi menggunakan uranium. Reaksi pembelahan (fisi) inti uranium dalam suatu reaktor nuklir inilah yang menghasilkan energi panas yang sangat besar. Reaksi fisi nuklir dibuat dengan menembakkan partikel neutron ke suatu bahan fisil seperti uranium-235 atau plutonium-239. Menurut World Nuclear Association, panas yang dihasilkan dari reaksi tersebut juga sangat besar lho! 1 kg uranium (U) saja dapat menghasilkan energi setara dengan 20.000 kg batubara atau 10.000 kg minyak bumi. Panas tersebut dipindahkan dengan perantara air yang disirkulasikan secara terus-menerus selama PLTN beroperasi. Nah, uap air yang dihasilkan dari panas itu lah yang selanjutnya digunakan untuk menggerakkan turbin generator sebagai pembangkit tenaga listrik.
Menurut Badan Tenaga Nuklir Nasional, proses pembangkitan listrik ini tidak membebaskan asap atau debu yang mengandung logam berat yang dibuang ke lingkungan atau melepaskan partikel yang berbahaya seperti CO2, SO2, dan NOx ke lingkungan, sehingga PLTN ini merupakan pembangkit listrik yang ramah lingkungan. Limbah radioaktif yang dihasilkan dari pengoperasian PLTN adalah berupa elemen bakar bekas dalam bentuk padat. Menurut World Nuclear Association, sekitar 27 ton bahan bakar bekas yang diambil setiap tahun dari Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir 1000 MWe sangat radioaktif dan mengeluarkan banyak panas. Beberapa diproses ulang sehingga 97% dari 27 ton didaur ulang. Sisanya 3% (700 kg) adalah limbah radioaktif tingkat tinggi yang berpotensi berbahaya dan perlu diisolasi dari lingkungan untuk waktu yang sangat lama (walaupun tingkat bahayanya berkurang bahkan dalam beberapa dekade). Namun, jumlahnya yang sedikit membuatnya mudah dikelola. Salah satu prosedur pembuangan limbah bahan bakar nuklir adalah dengan menguburnya di lubang yang sangat dalam yang mana tak mungkin bagi sembarang orang untuk dapat menyentuhnya. Jadi, keselamatan masyarakat dari bahaya paparan radioaktif seharusnya tidak lagi menjadi isu yang besar.
Meskipun PLTN memiliki beberapa keunggulan seperti yang telah disebutkan, sampai sekarang belum ada satu pun PLTN yang dibangun di Indonesia. Padahal, Indonesia merupakan negara Asia Tenggara pertama yang memasuki era nuklir. Hal itu ditandai dengan diresmikannya pengoperasian reaktor nuklir pertama di Bandung pada 28 Februari 1965 oleh Presiden Soekarno. Dari awal tahun 1970-an perencanaan secara serius pembangunan PLTN juga telah dilakukan dengan pembentukan Komisi Persiapan Pembangunan PLTN (KP2 PLTN). Dikutip dari www.batan.go.id, tugas komisi ini adalah melakukan kajian tentang hal-hal yang terkait dengan kemungkinan pembangunan PLTN di Indonesia. Hasil kerja komisi diantaranya adalah menetapkan sekitar 14 lokasi yang diusulkan kepada pemerintah untuk dilakukan studi lebih lanjut sebagai calon tapak PLTN. Usulan tersebut kemudian ditindaklanjuti dengan kegiatan studi kelayakan oleh Badan Tenaga Atom Nasional (sekarang menjadi Badan Tenaga Nuklir Nasional) bekerja sama dengan pemerintah Italia, Amerika, Perancis dan International Atomic Agency (IAEA), yang dilakukan hingga tahun 1986.
Dalam perkembangannya, pemanfaatan, pengembangan, dan penguasaan tenaga nuklir mencatat berbagai kemajuan, seperti terbangunnya Reaktor Kartini di Yogyakarta (1979) dan Reaktor Serbaguna Siwabessy di Serpong (1987). Pada tahun 1987, Indonesia telah memiliki tiga reaktor nuklir non-PLTN. Akan tetapi, dengan adanya krisis moneter pada tahun 1997 yang diikuti dengan krisis politik, mengakibatkan keterpurukan di semua sektor termasuk sektor kelistrikan. Akibatnya banyak industri yang berhenti beroperasi dan juga konsumsi terhadap listrik pun menurun.
Menurut Bastori dan Birmano (2017), saat ini Indonesia sedang berencana untuk membangun PLTN pertama. Menurut studi terakhir yang dilakukan oleh Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN), PLTN akan mulai beroperasi pada tahun 2027. Sementara itu, studi yang dilakukan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), PLTN baru akan beroperasi masuk jaringan Jawa-Bali pada tahun 2030. Saat ini ada 3 kelompok yang sedang mengembangkan desain PLTN buatan sendiri dan bekerja sama dengan negara lain. Kelompok tersebut adalah Kelompok BATAN tipe High Temperature Gas Reactor (HTGR) yang dipimpin oleh Geni Rina Sunaryo sebagai Kepala Pusat Teknologi dan Keselamatan Reaktor Nuklir BATAN (2014-2019). Proyek ini bekerja sama dengan Jerman, Rusia, secara turnkey. Rencananya, reaktor ini menghasilkan daya 10 MWe, berlokasi di Serpong.
BATAN juga memutuskan untuk mendesain sendiri reaktor nuklir generasi keempat karena mahalnya harga reaktor yang ditawarkan oleh negara produsen. Reaktor ini juga sangat cocok diterapkan dalam pembangunan PLTN di Indonesia. Terlebih juga, sudah dilakukan studi terkait di mana saja lokasi yang aman untuk mendirikan PLTN. Sudah dilakukan studi di Bangka dan Semenanjung Muria, Jepara, serta di Kalimantan Barat. Dari studi tersebut, PLTN dinilai layak dibangun di Bangka. Kelompok kedua dari BATAN juga sedang menyusun program pembangunan PLTN di Kalimantan Barat. Proyek ini sudah masuk dalam PRN (Prioritas Riset Nasional) 2020-2024. Saat ini juga BATAN tengah menyelesaikan studi tapak, yang ditargetkan rampung pada 2024.
Pasokan uranium direncanakan berasal dari dalam negeri maupun luar negeri (impor). Hasil pemetaan yang telah dilakukan oleh Pusat Pengembangan Geologi Nuklir (PPGN) - BATAN menunjukkan bahwa Indonesia memiliki cadangan uranium sekitar 70.000 ton dan tersebar di berbagai daerah. Cadangan sebesar ini merupakan aset yang berharga bagi negara dalam rangka untuk mengembangkan PLTN di masa depan.
PLTN bisa menjadi sebuah langkah untuk memenuhi kebutuhan listrik negara sekaligus mendukung upaya bebas emisi dari gas-gas rumah kaca. Penggunaan bahan bakar pada PLTN juga jauh lebih efisien daripada pembangkit listrik yang lain. Tentunya dibutuhkan juga SDM yang mumpuni untuk dapat mengelolanya. Sampai sekarang Indonesia masih belum memiliki PLTN sendiri. Hal tersebut mungkin saja disebabkan oleh beberapa faktor, seperti kondisi politik, geografi, geologi, ekonomi, SDM, SDA, kontra dari berbagai pihak, infrastruktur, dll. Namun, sepertinya pemerintah sekarang tengah merencanakan untuk membangun PLTN di sejumlah titik di Indonesia. Apakah rencana pemerintah tersebut akan berjalan dengan lancar?
Sobat Tekkimers... Demikian yang dapat kami sampaikan, semoga apa yang kami tulis bisa bermanfaat dan menambah wawasan. Terima kasih...
REFERENSI
Bastori, I., & Birmano, M. (2017). Analisis Ketersediaan Uranium di Indonesia untuk Kebutuhan PLTN Tipe PWR 1000 MWe. Jurnal Pengembangan Energi Nuklir, 19(2), 95-102.
Permana, S. (2005). Energi Nuklir dan Kebutuhan Energi Masa Depan. Majalah INOVASI, 22.
Sumber website :
https://www.world-nuclear.org/
https://www.cnbcindonesia.com/
https://www.beritasatu.com/opini/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.