Pada tahun 2019, Indonesia menjadi produsen minyak sawit terbesar di dunia dengan total produksi mencapai 36,17 juta ton (Dirjen Perkebunan, 2020). Buah kelapa sawit terdiri dari 80% bagian perikarp (epikarp dan mesokarp), yang menghasilkan minyak sawit mentah (Crude Palm Oil, CPO), dan 20% biji (endokarp dan endosperm), yang menghasilkan minyak inti sawit (Palm Kernel Oil, PKO). Untuk mendukung peningkatan produksi dan konsumsi lemak serta minyak sawit, diperlukan pengolahan minyak sawit yang dapat menghasilkan berbagai macam produk berbasis sawit (Deny Sumarna, 2017).
Minyak sawit merah (MSM) adalah produk turunan dari minyak sawit mentah (CPO), yang masih mengandung karoten dalam jumlah tinggi yang berfungsi sebagai provitamin A. Minyak sawit merah kurang diminati oleh masyarakat karena warnanya yang merah tua, yang disebabkan oleh kandungan karotenoid. MSM juga memiliki aroma yang langu, dan kurang tahan terhadap suhu tinggi. Oleh karena itu, diperlukan adsorben seperti zeolit yang diaktivasi dengan asam klorida untuk mengurangi aroma langu pada MSM. Untuk menghasilkan MSM, minyak sawit mentah diproses melalui penyulingan tanpa melanjutkan tahapan lainnya seperti pada pembuatan minyak goreng pada biasanya.
Kurangnya konsumsi vitamin A di kalangan masyarakat Indonesia merupakan masalah kesehatan yang perlu segera diatasi. Menurut WHO, sekitar 40% populasi dunia menderita kekurangan vitamin A (KVA), terutama wanita hamil dan menyusui, serta anak-anak di bawah lima tahun. Di Indonesia, KVA mempengaruhi sekitar 20-40 juta orang, yang menyebabkan daya tahan tubuh anak-anak menurun. Salah satu sumber provitamin A yang dapat dimanfaatkan adalah minyak sawit merah (MSM). MSM dapat membantu mencegah stunting karena mengandung fitonutrien seperti vitamin A, vitamin E, squalene, asam oleat dan asam linoleat. Komposisi ini dapat meningkatkan metabolisme tubuh, perkembangan otak, mencegah penyakit kardiovaskular, dan mendukung perkembangan anak.
Perbandingan antara minyak sawit merah dan minyak nabati lainnya dapat dilihat dari karakteristik dan kandungannya. Minyak sawit merah (MSM) memiliki kadar kolesterol dan lemak jenuh yang lebih tinggi, serta memiliki rasa yang getir dan aroma khas dibandingkan dengan minyak nabati lainnya. Minyak nabati yang tersedia di pasaran biasanya terlihat lebih menarik karena warnanya, tetapi telah kehilangan sebagian besar fitonutrien yang bermanfaat bagi tubuh. Sebaliknya, minyak sawit merah mempertahankan fitonutrien tersebut melalui teknologi yang lebih sederhana. MSM telah tersebar di berbagai wilayah, termasuk pabrik minyak makan merah (3M) pertama di Indonesia yang berlokasi di Pagar Merbau, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara. Pabrik ini telah memenuhi standar SNI, mendapat izin edar dari BPOM, dan memiliki sertifikat halal dari BPJPH.
Gambar 1. Peresmian Pabrik Minyak Makan Merah (3M) Pertama di Indonesia
Proses pengolahan minyak sawit menjadi minyak goreng komersial di industri pangan biasanya melibatkan beberapa tahap pemurnian, yaitu pemisahan gum (degumming), netralisasi (deasidifikasi), pemucatan (bleaching), dan deodorisasi. Proses bleaching dilakukan pada suhu 90-105℃ menggunakan bleaching earth (Basiron et al., 2000). Tujuan pemurnian minyak adalah untuk menghilangkan warna, rasa, dan bau yang tidak diinginkan serta memperpanjang masa simpan minyak sebelum dikonsumsi atau digunakan sebagai bahan baku industri (refined, bleached, and deodorized process). Namun, β-karoten yang terdapat pada CPO sering kali tidak dimanfaatkan dan bahkan terbuang selama proses dekolorisasi (Robiyansyah et al., 2017). Jika proses pemurnian dilakukan tanpa tahap bleaching, akan dihasilkan minyak sawit merah yang kaya akan beta-karoten. Berbeda dengan minyak goreng komersial, proses pengolahan MSM terdiri dari 3 tahap, yaitu degumming, netralisasi/deasidifikasi, dan fraksinasi. Urutan tahapan dalam proses konservasi dapat mempengaruhi kualitas minyak sawit merah yang dihasilkan. Ada tiga metode dalam mengubah MSM, yaitu: Degumming-Netralisasi-Fraksinasi, Fraksinasi-Degumming-Netralisasi, dan Fraksinasi-Netralisasi. Teknik pengolahan dengan urutan proses Fraksinasi-Netralisasi menghasilkan minyak sawit merah fraksi olein dengan karakteristik paling baik (kadar air 0,08%, asam lemak bebas 0,17%, bilangan iod 50,79 g I2/100g, dan bilangan peroksida 50,79 mg O/100 g). (Sumarna et al., 2017).
Proses pengolahan minyak sawit merah (MSM) menggunakan batuan zeolit dimulai dengan tahap degumming sebelum dilakukan filtrasi melalui proses koagulasi. Hal ini bertujuan untuk mengikat gum dan menetralkan CPO agar mencapai pH netral. Gum merupakan senyawa atau zat yang tidak diinginkan yang terbentuk selama proses produksi, biasanya terdiri dari fosfolipid, protein, karbohidrat, dan residu lainnya yang dapat mempengaruhi kualitas minyak sawit.
Tahap filtrasi diatur dengan langkah-langkah berikut: melalui filter batuan zeolit, membran keramik, dan cartridge filter, dengan variasi suhu 40℃, 60℃, dan 80℃ serta tekanan 5 bar. Semua kotoran seperti getah, asam lemak bebas, bau yang tidak diinginkan, dan senyawa lainnya dihilangkan dalam proses ini (Afrizal et al., 2022).
Adapun kelebihan dari minyak sawit merah yaitu mengandung vitamin E, provitamin A, skualena, dan komponen minor lainnya, yang bermanfaat bagi kesehatan tubuh. Minyak makan sawit merah tidak hanya sebagai minyak goreng, tetapi juga suplemen makanan yang dapat dikonsumsi langsung. Warnanya yang merah menandakan kandungan karotenoidnya yang tinggi. Minyak ini juga kaya akan fitonutrien seperti tokoferol, tokotrienol, dan asam lemak yang bermanfaat. Di samping itu, minyak tersebut memiliki rasa dan bau yang menyengat sehingga tidak memiliki banyak peminat seperti minyak tropis populer lainnya (minyak kelapa). Selain itu, proses produksinya yang tidak melalui penyulingan atau bleaching menunjukkan bahwa minyak ini tidak terbebas dari dampak negatif.
Potensi minyak sawit merah di masa depan sangat besar dalam bidang pangan fungsional dan nutrasetikal, menjadikannya produk pangan yang dapat meningkatkan kesehatan manusia. Minyak sawit merah mengandung berbagai senyawa yang bermanfaat bagi tubuh sehingga memiliki peluang besar untuk menjadi bahan olahan yang dapat meningkatkan kondisi pangan di Indonesia. Pengembangan minyak sawit merah sebagai produk pangan diharapkan dapat membantu mengatasi masalah stunting di Indonesia.
Gambar 2. Contoh Produk Pangan Minyak Sawit Merah (MSM)