[BUTENA Edisi 8] Hujan Buatan, Solusi di Tengah Polusi

Hujan Buatan, Solusi di Tengah Polusi


Berapa Biaya Hujan Buatan Tangani Kebakaran Hutan? | Republika Online Mobile


Hujan buatan merupakan usaha manusia untuk meningkatkan curah hujan yang turun secara alami dengan mengubah metode fisika di dalam awan. Metode ini meliputi proses tumbukan dan penggabungan (collision and coalescence), serta pembentukan es (ice nucleation). Oleh karena itu, hujan buatan sesungguhnya tidak menciptakan sesuatu dari tidak ada menjadi ada (hujan). Dalam pembuatan hujan buatan diperlukan awan dengan kandungan air yang cukup sehingga terjadi hujan hingga menyentuh tanah. Bahan-bahan yang digunakan dalam proses menghasilkan hujan buatan dinamakan bahan semai.

Hujan buatan dibuat dengan cara menyemai awan dengan menggunakan bahan yang bersifat higroskopik (menyerap air) sehingga proses pertumbuhan butir-butir hujan di dalam awan akan meningkat dan selanjutnya akan mempercepat terjadinya hujan. Awan yang digunakan untuk membuat hujan buatan adalah jenis awan Cumulus (Cu) yang bentuknya seperti bunga kol. Setelah lokasi awan diketahui, pesawat terbang yang membawa bubuk khusus untuk menurunkan hujan diterbangkan menuju awan (Jakaria, dkk., 2017)

Berdasarkan data IQAir pada hari Sabtu, 2 September 2023, kualitas udara di Jakarta masih berada di status tidak sehat dengan indeks kualitas udara AQI US 169 (batas aman ≥100) dan polutan utama PM2,5 (partikel halus di udara yang ukurannya 2,5 mikron atau lebih kecil dari itu). Konsentrasi PM2,5 di Jakarta saat ini 18,2 kali nilai panduan kualitas udara tahunan WHO. Angka ini lebih tinggi dibandingkan AQI US hari sebelumnya dimana AQI US berada di angka 153. Kota Jakarta masih menempati urutan teratas dalam daftar kota utama dunia dengan kualitas udara terburuk. Tingginya polusi udara ini diduga akibat transportasi, Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU), hingga musim kemarau. Guna mengatasi hal ini, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) melakukan Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) untuk menurunkan hujan buatan (DetikEdu, 2023).

Sempat Membaik 9 Hari, Udara Jakarta Kembali Memburuk

Operasi teknologi modifikasi cuaca mulai membuahkan hasil. Sejumlah wilayah di Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi telah diguyur hujan pada Minggu, 27 Agustus 2023. Hujan buatan diharapkan dapat mengurangi polusi udara yang melanda wilayah Ibu Kota dan sekitarnya dalam beberapa pekan terakhir.  Koordinator Laboratorium Pengelolaan Teknologi Modifikasi Cuaca BRIN, Budi Harsoyo, mengatakan operasi TMC dari Bandara Halim telah dilakukan selama empat hari terakhir. Sebanyak 4.800 kilogram garam (NaCl) dan 800 kilogram kapur tohor (CaO) disemai ke awan kumulus dan stratokumulus yang muncul di langit Jabodetabek. Penyemaian dilakukan menggunakan CASA 212 registrasi A-2114 pada ketinggian 8.000-10.000 kaki. Selama empat hari terakhir, total jam terbang pesawat miliki TNI AU ini mencapai 10 jam 35 menit. Stok bahan semai yang tersisa saat ini sebanyak 6.200 kilogram garam dan 3.400 kg kapur tohor. Mengingat polusi udara yang masih pekat operasi TMC akan terus dilakukan dengan menyesuaikan kondisi awan (Aranditio, 2023). 

Secara teknis, tetesan hujan buatan memang dapat mengurangi polusi. Sebab, hujan buatan dapat menarik ratusan partikel PM2,5 (partikel polusi) saat bergerak melalui atmosfer sebelum jatuh ke tanah. Melalui proses koagulasi atau pembekuan ini, jumlah partikel polusi yang ada di udara akhirnya bisa menurun dan kualitas udara akan membaik. Akan tetapi semua ini bergantung pada intensitas hujan, ukuran partikel polusi, dan konsentrasi polusi. Melansir NAFAS, hujan buatan paling efektif untuk mengurangi polusi dengan partikel yang lebih besar dari PM2,5 ke atas, terutama partikel PM10. Sementara itu, hujan hanya efektif mengurangi partikel PM2,5 hingga sebesar 8,7%. Padahal, perhitungan kualitas udara didasarkan pada jumlah partikel PM2,5 (Lavenia, 2023).

Manfaat hujan buatan di antaranya untuk menangani kekeringan, bencana banjir, dan kabut asap akibat kebakaran lahan dan hutan atau karhutla. Selain itu, hujan buatan biasanya juga digunakan untuk membantu mengisi waduk, danau, irigasi, keperluan penyediaan air bersih, dan Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA). Sehingga, tidak hanya diselenggarakan untuk penanganan bencana hidrometeorologi, tetapi juga fokus untuk mendukung sektor pertanian. 

Namun, hujan buatan juga memiliki dampak negatif. Hujan buatan yang terbuat dari adanya campuran bahan kimia bisa menimbulkan efek hujan yang mengandung bahan kimia pula dan dapat menimbulkan hujan asam berbahaya bagi yang terkena guyuran hujan ini. Hujan buatan dapat menyebabkan pencemaran tanah dikarenakan proses penaburan garam dalam jumlah sangat banyak bahkan dapat hingga berton-ton jumlahnya, menimbulkan hujan yang sifatnya asin, dan memberikan efek lapisan tanah yang terkena guyurannya akan menjadi asin pula sehingga menyebabkan lahan pertanian menjadi rusak, bahkan gagal panen karena lapisan jenis-jenis tanah menjadi kelebihan kandungan garam. Hujan buatan dapat menjadi penyebab banjir jika hujan yang terjadi tidak tepat sasaran. Hujan buatan juga dapat menjadi penyebab pemanasan global, merubah siklus hidrologi yang akan membahayakan pasokan air tanah di musim kemarau, dan menimbulkan kerugian materi yang cukup besar jika hujan yang turun dari hasil hujan buatan tidak tepat sasaran, baik kerugian dari materi yang dikeluarkan untuk melakukan proses hujan buatan maupun dari hasil dampak ketika hujan buatan salah sasaran (Ceressajjah, 2016).


Ilmu Kimia Itu Menyenangkan: Proses Terjadinya Hujan Alami dan Cara Membuat Hujan  Buatan


Teknologi hujan buatan pada dasarnya adalah memberikan suatu perlakuan terhadap alam, yaitu dengan menabutkan suatu zat ke awan di udara, sehingga kemungkinan timbulnya masalah-masalah lingkungan akibat hujan buatan ini dapat terjadi. Untuk itu, perlu suatu pengkajian terhadap kualitas air hujan buatan, sehingga masalah-masalah lingkungan yang ditimbulkan dapat dicegah. Permasalahan yang timbul adalah bahwa penanggulangan masalah kekurangan air tidak hanya dapat mengatasi kebutuhan air secara kuantitas saja, tetapi juga secara kualitas dari air yang dihasilkan. 

Berdasarkan hasil analisa dan kajian terhadap kualitas air hujan pada suatu kegiatan hujan buatan, ditemukan bahwa perlakuan hujan buatan tidak mempengaruhi kualitas air hujan dan tidak terdapat perbedaan yang nyata kualitas air hujan buatan pada periode sebelum, selama dan setelah hujan buatan. Dalam analisanya pada saat ini kualitas air hujan (untuk parameter uji pH, DJL, Nsa, Cl, Ca, NO2, NO3 dan NH4) selama hujan buatan masih dalam batas-batas toleransi yang ditetapkan sesuai dengan baku mutu air golongan A yang diperuntukkan bagi air minum PP No. 2 tahun 1990. Kualitas air hujan buatan juga layak diperuntukkan bagi pertanian dan perikanan dan terdapat dugaan hubungan yang signifikan antara kualitas air hujan buatan dengan peningkatan curah hujan selama hujan buatan (Husni, dkk., 2000)

Kendala utama dalam hujan buatan adalah adanya fenomena alam El Nino yang menyebabkan langit di Ibu Kota Jakarta tidak mempunyai awan. Padahal awan adalah salah satu faktor krusial untuk melakukan hujan buatan. Adapun konsentrasi awan yang dibutuhkan untuk membuat hujan buatan minimal 30 persen (Rakyat Merdeka, 2023). Tingginya tingkat polusi udara di wilayah perkotaan seperti Jabodetabek dapat mempengaruhi proses kondensasi yang diperlukan untuk pembentukan awan hujan. Partikel-partikel polusi dapat mempengaruhi komposisi awan dan kualitas hujan yang dihasilkan.

Dapat disimpulkan bahwa hujan buatan adalah teknologi yang menggunakan bahan semai bersifat higroskopik untuk menyemai awan tipe Cumulus dengan tujuan untuk menciptakan hujan yang dapat mengatasi kekeringan, banjir, dan masalah lingkungan lainnya. Namun, hujan buatan juga memiliki dampak negatif seperti potensi hujan asam, pencemaran tanah akibat penaburan garam berlebihan, risiko banjir jika tidak tepat sasaran, perubahan siklus hidrologi, dan dampak ekonomi yang signifikan. Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) digunakan untuk menurunkan hujan buatan dan mengurangi polusi udara, tetapi kendala seperti kekurangan awan selama fenomena El Nino tetap menjadi tantangan utama. Dalam hal kualitas air hujan buatan, hasil analisis menunjukkan bahwa kualitasnya masih sesuai dengan standar kualitas baku air untuk air minum dan cocok untuk pertanian serta perikanan. Pemerintah saat ini masih berupaya untuk mengatasi permasalahan polusi di Jabodetabek, salah satunya dengan hujan buatan ini. 
Share:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.

Postingan Populer

Arsip Blog