BUTENA Edisi 2 : Nuklir, Solusi Atasi Krisis Energi Nasional


Dewasa ini, kebutuhan energi nasional terus meningkat setiap tahunnya dengan kenaikan 4,9% tiap tahun. Utamanya dalam konsumsi listrik nasional yang terus menunjukkan peningkatan seiring bertambahnya akses listrik atau elektrifikasi serta perubahan gaya hidup masyarakat. Berdasarkan data Kementerian ESDM, konsumsi listrik Indonesia pada tahun 2019 sebesar 1084 kWh per kapita yang mana pada 2015 saja konsumsinya baru 910 kWh per kapita. Kenaikan konsumsi listrik nasional ini nyatanya tidak dibarengi dengan ketersediaan sumber energi seperti batu bara yang diprediksikan akan habis dalam 80 tahun mendatang. Begitu pula cadangan gas alam Indonesia diproyeksikan akan habis dalam 40 tahun. Menyikapi keadaan sumber energi tak terbarukan yang kian menipis, pemerintah dituntut berpacu dengan waktu dalam mencari solusi energi alternatif.

Gagasan membangun Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir atau PLTN pun menyeruak akhir-akhir ini. Tenaga nuklir dinilai mampu memberikan jawaban untuk mengatasi krisis energi nasional. Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir sendiri adalah pembangkit daya thermal yang menggunakan satu atau beberapa reaktor nuklir sebagai sumber panasnya. Prinsip kerja sebuah PLTN hampir sama dengan sebuah Pembangkit Listrik Tenaga Uap yang menggunakan uap bertekanan tinggi untuk memutar turbin. Putaran turbin inilah yang akhirnya diubah menjadi energi listrik. Perbedaan mendasar antara keduanya adalah sumber panas yang digunakan untuk menghasilkan panas. Sebuah PLTN menggunakan uranium sebagai sumber panasnya. Reaksi pembelahan(fisi) inti uranium menghasilkan energi panas yang sangat besar.

Indonesia sendiri memiliki cadangan uranium yang besar. Hasil pemetaan cadangan uranium  yang dilakukan oleh Pusat Pengembangan Geologi Nuklir (PPGN) – BATAN menunjukkan bahwa Indonesia memiliki cadangan uranium sekitar 70.000 ton U3O8 (yellow cake). Dari 70.000 ton uranium tersebut, 1.608 ton kategori terukur, 6.456 ton kategori terindikasi, 2.648 ton tereka dan sisanya masuk dalam kategori hipotetik. Sebagian besar cadangan uranium kebanyakan berada di Kalimantan Barat, sebagian lagi ada di Papua, Bangka Belitung dan Sulawesi Barat. Kajian terakhir dilakukan di Mamuju, Sulawesi Barat, dan deteksi pendahuluan menyebutkan kadar Uranium di lokasi tersebut berkisar antara 100 dan 1.500 ppm (mg/kg). Selain itu daerah lainnya di Indonesia yang berpotensi mengandung cadangan uranium cukup besar adalah Pulau Singkep, Tapanuli dan Hatapang Sumatera Utara, Sumatera Barat, Kalimantan Timur, Mamuju Sulawesi Barat, Maluku, Irian Jaya (Papua) dan lain-lain.

Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir sendiri memiliki kelebihan dari pembangkit listrik tenaga uap, yaitu tidak dihasilkannya emisi gas rumah kaca, tidak mencemari udara yang dalam hal ini tidak menghasilkan gas-gas berbahaya seperti karbon monoksida, sulfur dioksida, aerosol, merkuri, nitrogen oksida, dan partikulat atau asap fotokimia, pada operasi normal tenaga nuklir juga menghasilkan sedikit limbah berfase padat, serta biaya bahan bakar tergolong rendah karena hanya sedikit bahan bakar yang diperlukan. Namun dibalik kelebihan yang ada, tidak dapat dipungkiri pembangkit listrik tenaga nuklir mempunyai beberapa kekurangan yaitu risiko kecelakaan nuklir yang mana pernah terjadi kecelakaan nuklir terbesar pada Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir Chernobyl, serta dihasilkannya limbah radioaktif tingkat tinggi yang dapat bertahan ribuan tahun.

Sumber :


Share:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.

Postingan Populer

Arsip Blog