[BUTENA 2] Carbon Capture and Storage (CCS)

 

International Energy Agency (IEA) menyatakan bahwa volume emisi CO2 akibat pembakaran bahan bakar fosil mencapai 56% dari total semua emisi global, dengan pembangkit listrik batubara (PLTB) sebagai sumber emisi utama yang mencapai lebih dari 60%. Untuk mengurangi emisi CO2 dalam jumlah besar, pengendalian (penangkapan CO2) yang dihasilkan dalam gas buang dari pembangkit listrik adalah logis. Tetapi, pengendalian ini tidak semudah yang dibayangkan karena gas buang tersebut memiliki karakteristik bertekanan rendah dan konsentrasi CO2 yang rendah, yang memerlukan proses tambahan yang membutuhkan energi cukup besar untuk pemisahannya.

Carbon Capture and Storage (CCS) adalah salah satu upaya mitigasi terhadap perubahan iklim atau pemanasan global sebagai akibat meningkatnya emisi gas rumah kaca. Peningkatan emisi gas rumah kaca ini terutama diakibatkan oleh aktifitas manusia seperti pembakaran hutan dan kegiatan industri, misalnya industri migas dan industri petrokimia. Gas CO2 merupakan gas rumah kaca yang paling menonjol yang dihasilkan oleh berbagai kegiatan manusia, yang konsentrasinya di atmosfer makin meningkat seiring dengan bertambahnya berbagai kegiatan industri.

Efektifitas CCS dapat mencapai efisiensi yang tinggi dalam menangkap karbon dioksida (CO2) dari gas buang pembangkit listrik atau pabrik. Sebagian besar proyek CCS mencapai efisiensi 90%, yang berarti sekitar 90% dari CO2 yang dihasilkan dapat dijangkau dan disimpan. CCS juga mengurangi emisi CO2 dari sumber-sumber emisi terpisah, yang berperan dalam mengurangi dampak perubahan iklim. Sebagai contoh, pengendalian CCS dapat digunakan untuk mengurangi emisi CO2 dari pembangkit listrik batubara (PLTB).

Fungsi dan urgensi Carbon Capture and Storage (CCS) adalah untuk mengurangi emisi karbon dioksida (CO2) ke atmosfer dan membantu menekan dampak perubahan iklim. CCS merupakan teknologi yang berupaya untuk memisahkan CO2 dari gas buang pembangkit listrik atau pabrik, mengalirkan gas CO2 yang ditangkap ke lokasi penyimpanan, dan menyimpan karbon di bawah permukaan bumi, seperti formasi batuan yang tidak terkonsolidasi atau lapangan minyak yang sudah habis. Manfaat dari CCS antara lain:

1. Mengurangi emisi gas rumah kaca, terutama CO2, yang dihasilkan dari pembakaran bahan bakar fosil.

2. Mempertahankan penggunaan sumber daya energi fosil dalam mix pembangkit listrik atau pabrik besar.

3. Memacu inovasi dalam teknologi penangkapan dan penyimpanan karbon, yang membuka peluang untuk pengembangan solusi yang lebih efisien dan ekonomis.

CCS dapat dilakukan dengan beberapa metode, antara lain:

1. Penginjeksian CO2 ke dalam batuan reservoir (batuan yang mampu menyimpan dan mengalirkan hidrokarbon) pada ladang-ladang migas untuk kepentingan menyimpan CO2 sekaligus meningkatkan produksi minyak. Teknologi ini dikenal dengan nama teknologi EOR (Enhanced Oil Recovery). Teknologi ini diterapkan pada sumur-sumur migas yang sudah lemah tenaga waduknya (reservoir drive), atau dikenal dengan nama depleted reservoir. Namun, terdapat kelemahan dari teknologi ini yaitu risiko kebocoran CO2 dari batuan reservoir dapat menyebabkan pencemaran lingkungan, pengurangan kapasitas penyimpanan karena kemungkinan terjadinya rekahan atau pergerakan batuan dan biaya yang tinggi terkait dengan pemantauan, pemodelan, dan verifikasi penyimpanan CO2.

2. Penginjeksian CO2 ke dalam batubara yang tak dapat diambil (unmineable coal). Penginjeksian ini dimaksudkan untuk menyimpan CO2 sekaligus untuk meningkatkan produksi CBM (Coal Bed Methane).

Kelemahan metode ini yaitu risiko potensial terhadap lingkungan jika terjadi kebocoran CO2 dari penyimpanan dalam batubara, diperlukan teknologi yang canggih untuk memastikan penyimpanan CO2 yang aman dan efektif dan biaya investasi awal yang tinggi dan biaya operasional yang terus menerus.

3. Penginjeksian CO2 ke dalam akuifer. Akuifer adalah lapisan bawah tanah yang mengandung air dan mampu mengalirkan air. Penginjeksian ini semata-mata untuk keperluan penyimpanan CO2 tanpa ada maksud untuk meningkatkan produksi migas ataupun CBM. Penginjeksian ini dapat dipandang aman apabila penginjeksian CO2 sekadar menggantikan CO2 yang telah hilang selama produksi minyak-bumi.

Kelemahan dari metode ini yaitu kemungkinan pencemaran sumber daya air bawah tanah jika terjadi kebocoran CO2, diperlukannya pemahaman yang mendalam tentang geologi dan hidrologi lokal untuk memastikan keberhasilan penyimpanan dan biaya yang tinggi terkait dengan pemantauan dan pemeliharaan jangka panjang.

4. Pemerangkapan atau karbonasi mineral dengan menggunakan batuan ofiolit atau batuan basa-ultrabasa. CO2 di atmosfer akan bereaksi dengan batuan ofiolit dengan membentuk mineral karbonat. Sebenarnya reaksi ini secara alami sudah berlangsung, namun diperlukan waktu yang lama sekali untuk dapat terjadinya reaksi antara gas CO2 di atmosfer dengan batuan ofiolit. Oleh karena itu pada saat ini berbagai ahli sedang melakukan penelitian untuk mempercepat proses reaksi tersebut (Bachri, 2008; 2010).

            Dalam penentuan yang lebih efektif, perlu mempertimbangkan keseimbangan antara kapasitas penyimpanan, keamanan, biaya, dan dampak lingkungan dari setiap metode. Tidak ada jawaban yang satu ukuran cocok untuk semua, karena efektivitasnya akan bervariasi tergantung pada kondisi lokal dan tujuan mitigasi emisi CO2 yang ditetapkan. Oleh karena itu, penting untuk melakukan evaluasi menyeluruh berdasarkan faktor-faktor tersebut sebelum memilih metode yang paling sesuai dalam konteks tertentu.


Carbon capture and storage (CCS) telah diterapkan dalam industri:

1. Pabrik semen, digunakan untuk mengurangi emisi CO2 dari proses penggilingan dan pembakaran.

2. Industri Petrokimia, digunakan untuk mengurangi emisi CO2 dari proses pengolahan dan pemurnian.

3. Industri Minyak dan Gas, digunakan untuk mengurangi emisi CO2 dari proses produksi dan pengolahan.

Dalam setiap industri tersebut, CCS digunakan untuk mengurangi emisi CO2 dan membantu mengurangi dampak perubahan iklim. Untuk mengurangi emisi CO2, CCS melibatkan proses penangkapan, transportasi, dan penyimpanan karbon. Penangkapan melibatkan pemisahan CO2 dari gas buang, transportasi melibatkan pengangkutan gas CO2 ke lokasi penyimpanan, dan penyimpanan melibatkan pemindahan CO2 ke bawah permukaan bumi atau lapisan batuan. Setelah CO2 disimpan melalui proses penangkapan, transportasi, dan penyimpanan karbon (CCS), langkah selanjutnya adalah memastikan bahwa CO2 tersebut tetap terisolasi dari atmosfer untuk mencegah dampaknya terhadap perubahan iklim.

Walaupun begitu CCS memiliki kelebihan dan kekurangannya sendiri. Kelebihannya antara lain:

1. CCS membantu mengurangi emisi CO2 dari sumber-sumber emisi, yang berperan dalam mengurangi dampak perubahan iklim.

2. CCS membantu mempertahankan penggunaan sumber daya energi fosil dalam mix pembangkit listrik atau pabrik besar, yang membantu mengurangi penggunaan bahan bakar fosil yang memiliki dampak negatif terhadap lingkungan.

3. Pengembangan dan implementasi CCS memacu inovasi dalam teknologi penangkapan dan penyimpanan karbon, yang membuka peluang untuk pengembangan solusi yang lebih efisien dan ekonomis.

Dibalik kelebihannya, CCS juga memiliki beberapa kekurangan, antara lain:

1. CCS dikendalikan sebagai proses yang relatif mahal, yang membuatnya tidak ekonomis untuk beberapa industri.

2. CCS hanya mengurangi emisi CO2 dari sumber-sumber emisi terpisah, yang tidak mengurangi emisi yang disumbang oleh penggunaan bahan bakar fosil lainnya.

3. Proses penangkapan CO2 dari gas buang memerlukan energi yang cukup besar, yang dapat meningkatkan emisi jika energi yang digunakan berasal dari sumber daya fosil.

            CCS merupakan teknologi yang digunakan untuk mengurangi emisi gas rumah kaca CO2 ke atmosfer. Dengan menangkap CO2 dari sumber-sumber besar emisi, seperti pembangkit listrik tenaga batu bara dan industri, serta menyimpannya di bawah permukaan bumi, CCS dapat membantu mengurangi kontribusi manusia terhadap perubahan iklim. Proses CCS melibatkan tiga tahap utama, penangkapan CO2 dari gas buang, transportasi CO2 ke lokasi penyimpanan, dan penyimpanan CO2 di bawah permukaan bumi atau dalam formasi batuan yang cocok. Ini adalah pendekatan yang komprehensif untuk mengelola emisi CO2.

Implementasi CCS memerlukan pengembangan infrastruktur yang besar, termasuk instalasi penangkapan CO2, jaringan pipa untuk transportasi CO2, dan fasilitas penyimpanan. Investasi dalam infrastruktur ini merupakan bagian penting dari penerapan CCS secara luas. Dengan pengembangan teknologi, peningkatan infrastruktur, serta dukungan kebijakan yang tepat, CCS memiliki potensi untuk berkontribusi secara signifikan dalam upaya global untuk mengurangi emisi CO2 dan memperlambat laju perubahan iklim. Namun, kesuksesannya akan sangat tergantung pada implementasi yang efektif dan berkelanjutan di seluruh dunia. 

Share:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.

Postingan Populer

Arsip Blog