Merkuri atau air raksa (Hg) merupakan logam yang berbentuk cairan dalam suhu ruang (25°C) berwarna keperakan. Sifat merkuri sama dengan sifat kimia yang stabil terutama di lingkungan sedimen, yaitu mengikat protein, mudah menguap dan mengemisi atau melepaskan uap merkuri beracun walaupun pada suhu ruang.
Merkuri kerap kali digunakan dalam krim pemutih wajah. Penggunaan merkuri pada kosmetik pada awalnya berupa krim merkuri inorganik dan salep sebagai antiseptik. Penggunaannya sendiri harus dipantau dan tidak sembarangan. Kandungan yang terdapat didalamnya merkuri seperti merkuri aminiasi, iodide merkuri, mercurous chloride, mercorous oxide, dan merkuri klorida (Fanni, 2012). Menurut Permenkes RI No.445/Menkes/PER/VI/1998 Indonesia melarang penggunaan merkuri dalam sediaan kosmetik, tapi penggunaan krim yang mengandung merkuri ini masih terus digunakan.
Krim pemutih adalah salah satu jenis kosmetik yang merupakan campuran bahan kimia dan atau bahan lainnya dengan khasiat bisa memucatkan noda hitam (coklat) pada kulit. Tujuan penggunaannya dalam jangka waktu lama agar dapat menghilangkan atau mengurangi hiperpigmentasi pada kulit. Akan tetapi, penggunaan yang terus-menerus justru akan menimbulkan pigmentasi dengan efek permanen (Citra, 2007). Merkuri anorganik berkisar 1-10% digunakan sebagai bahan pemutih kulit dalam sediaan krim karena berpotensi sebagai bahan pemucat warna kulit. Daya pemutih merkuri pada kulit sangat kuat karena toksisitasnya terhadap organ-organ ginjal, saraf dan otak sangat kuat, maka pemakaiannya dilarang dalam sediaan kosmetik (WHO, 2011).
Penggunan merkuri sebagai zat pemutih dalam kosmetik masih terus berlangsung dan bahkan semakin banyak di pasarkan di toko-toko kosmetik maupun di pasar modern atau tradisional (Upik, 2016). Konsumen Kesehatan Indonesia (YPKKI) pada bulan April 2002, terdapat 27 produk pemutih wajah dan anti kerut yang beredar di pasaran. Kebanyakan dari produk tersebut masih termasuk dalam kategori obat berbahaya. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) dari 20 merek yang dijadikan sampel yang diteliti menujukkan ada 5 merek kosmetik pemutih wajah yang telah terdaftar tetapi masih mengandung merkuri meskipun kadarnya kecil (Rina, 2007).
Pada tahun 2006 dan 2007, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Republik Indonesia telah melakukan pengujian laboratorium terhadap kosmetik yang beredar dan ditemukan 23 (dua puluh tiga) merek kosmetik yang mengandung bahan yang dilarang digunakan dalam kosmetik yaitu: Merkuri (Hg), hidroquinon > 2% dan zat warna Rhodamin B (Sunarko, 2007).
Berdasarkan hasil pengawasan rutin Badan POM di seluruh Indonesia terhadap kosmetika yang beredar dari Oktober 2014 sampai September 2015, ditemukan 30 jenis kosmetika mengandung bahan berbahaya yang terdiri dari 13 jenis kosmetika produksi luar negeri dan 17 jenis kosmetika produksi dalam negeri. Bahan berbahaya yang teridentifikasi terkandung dalam kosmetika tersebut, yaitu bahan pewarna Merah K3 dan Merah K10 (Rhodamin B), Asam Retinoat, Merkuri dan Hidrokinon. Berdasarkan Peraturan Kepala Badan POM RI No. 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan kepala Badan POM No. HK.03.1.23.08.11.07517 Tahun 2011 tentang Persyaratan Teknis Bahan Kosmetika, bahan-bahan tersebut termasuk dalam daftar bahan berbahaya yang dilarang untuk digunakan dalam pembuatan kosmetika.
Merkuri termasuk logam berat berbahaya, yang dalam konsentrasi kecilpun dapat bersifat racun. Pemakain merkuri dalam krim pemutih dapat menimbulkan berbagai hal, mulai dari perubahan warna kulit yang pada akhirnya dapat menyebabkan bintik-bintik hitam pada kulit, alergi, iritasi kulit, serta pemakaian dengan dosis tinggi. (Kissi, 2013), Mulai dari perubahan warna kulit, bintik-bintik hitam, alergi, iritasi, serta paparan jangka pendek dalam dosis tinggi dapat menyebabkan muntah-muntah, diare dan kerusakan paru-paru serta me rupakan zat karsinogenik (BPOMRI, 2007). logam merkuri (Hg), yang dalam jangka panjang dapat menimbulkan kerusakan pada organ tubuh dan juga bersifat toksik (Wijaya, 2013). pada pemakaian dosis tinggi dapat menyebabkan kerusakan permanen otak, ginjal dan gangguan perkembangan janin.
Hidrokinon yg juga biasanya dipakai dalam kosmetik pencerah kulit mampu mengelupas kulit bagian luar dan menghambat pembentukan melanin yang membuat kulit tampak hitam, penggunaan hidroquinon dalam kosmetik tidak boleh lebih dari 2%, hidroquinon tidak boleh digunakan dalam jangka waktu yang lama, dan jika pemakaian lebih dari 2% harus dibawah kontrol dokter (FDA, 2006). Penggunaan hidroquinon yang berlebihan dapat menyebabkan ookronosis, yaitu kulit berbintil seperti pasir dan berwarna coklat kebiruan, penderita ookronosis akan merasa kulit seperti terbakar dan gatal ( Astuti, 2016).
Merkuri adalah logam berat yang beracun (Rustagi & Singh, 2010). Merkuri merupakan bahan yang kadang ditambahkan dalam kosmetik pemutih kulit yang berfungsi untuk mempercepat menghasilkan kulit putih dan bersih (Hadi, 2013). Merkuri (Hg) termasuk logam berat berbahaya dalam konsentrasi kecil pun dapat bersifat racun. Merkuri digunakan sebagai pemutih kulit karena karena mampu dalam menghambat pembentukan melanin pada permukaan kulit (Prihantini & Hutagulung, 2018). Merkuri juga dipakai dalam bahan tambahan pembuatan lipstik karena kegunaannya dapat memberikan warna yang mengkilat dan cerah pada lipstik. Sesuai Peraturan Kepala Badan POM No 23 Tahun 2019 tentang Persyaratan Teknis Bahan Kosmetik, dinyatakan bahwa Merkuri dan senyawanya termasuk daftar bahan yang tidak diizinkan dalam kosmetika. Namun penggunaan kosmetik khususnya produk pemutih kulit masih banyak ditemukan yang mengandung merkuri (Kulsum, 2015).
Efek samping yang ditimbulkan dari pemakaian kosmetika bermerkuri pada kulit akan mengakibatkan iritasi pada permukaan kulit berupa kulit yang kemerah-merahan dan menyebabkan kulit menjadi mengkilap secara tidak normal, serta menimbulkan gejala keracunan berupa gangguan sistem saraf seperti gagal ginjal, kerusakan permanen otak, kerusakan paru, peningkatan tekanan darah, denyut jantung, imunologis, neurologis, endokrin, reproduksi dan toksikologis embrionik yang dalam. Paparan merkuri waktu singkat pada kadar merkuri yang tinggi dapat mengakibatkan kerusakan paru-paru, muntah, peningkatan tekanan darah dan denyut jantung (Prihantini & Hutagulung, 2018). Bahaya pemakaian merkuri dalam kosmetik dapat menimbulkan gejala keracunan berupa gangguan sistem saraf seperti kerusakan permanen otak, gerakan tangan abnormal, gangguan emosi, kepikunan, insomnia, gangguan perkembangan janin dan kerusakan paru. Pemakaian merkuri juga dapat menyebabkan mual, muntah, diare, kram otot, sakit kepala, gangguan pada kornea dan selaput mata, gangguan peredaran darah, gangguan pendengaran, kanker kulit, kanker darah dan kanker sel hati (Kulsum, 2015). Merkuri juga dapat menyebabkan toksisitas ginjal atau gagal ginjal (Chan, 2011).
Ciri-ciri kosmetik bermerkuri umumnya lengket, tidak homogen (tidak menyatu dan kasar), bila diusapkan pada kulit lengan terasa panas dan gatal, menyebabkan iritasi pada kulit dan kemerahan bila terkena sinar matahari, warna putih pada kulit tidak lazim, umumnya pucat, tidak timbul jerawat sama sekali, hal ini disebabkan lapisan kulit epidermis kita telah rusak, pori-pori tampak mengecil dan halus, bila pemakaian dihentikan, akan timbul jerawat kecil-kecil disertai rasa gatal dan warna putih pada kulit wajah lama kelamaan akan berubah menjadi abu-abu selanjutnya kehitaman (Kulsum, 2015).
Penggunaan merkuri dalam kosmetik, khususnya dalam krim pemutih wajah, menimbulkan serangkaian risiko kesehatan yang serius. Meskipun telah dilarang oleh regulasi kesehatan, masih banyak produk ilegal yang mengandung merkuri yang beredar di pasaran. Merkuri, sebagai logam berat beracun, dapat menyebabkan berbagai efek samping seperti iritasi kulit, perubahan warna kulit, dan bahkan kerusakan permanen pada organ-organ vital seperti otak, ginjal, dan paru-paru. Konsumen perlu meningkatkan kesadaran tentang bahaya pemakaian merkuri dalam kosmetik dan memastikan bahwa produk yang digunakan aman dan sesuai dengan regulasi yang berlaku. Selain itu, pengawasan dan penegakan hukum yang lebih ketat perlu diterapkan untuk melindungi masyarakat dari produk berbahaya tersebut.
SUMBER PUSTAKA
Astuti, D. W., Prasetya, H. R., & Irsalina, D. (2016). Hydroquinone Identification in Whitening Creams Sold at Minimarkets in Minomartini. Yogyakarta: Journal of Agromedicine and Medical Sciences, 2(1), 13-20.
Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2015 tentang Persyaratan Teknis Bahan Kosmetika.
Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. (2007). Kosmetik Mengandung Bahan Berbahaya dan Zat Warna Yang Dilarang: Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia No. HK.00.01.432.6081, 1 Agustus 2007. Jakarta
Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. (2015). Peraturan Kepala
Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. (2015). Waspada Kosmetika Mengandung Bahan Berbahaya “Teliti Sebelum Memilih Kosmetika”.
Chan, T. Y. K. 2011. Inorganic mercury poisoning associated with skin-lightening cosmetic products. Journal of Clinical Toxicology. 49 (10) : 886-891
Citra, M. D. (2007). Hati-Hati Pakai Pemutih. Diambil dari http://cybermed.cbn.net.id/cbprt/healthnews pada tanggal 27 Desember 2023 pukul 17.30 WIB.
Fanni, M. (2012). Korelasi Antara Kadar Merkuri Krim Pemutih dan Kadar Merkuri Urin Pengguna Krim Pemutih Wajah di FKM unair. 425.
Hadi, M. C. 2013. Bahaya Merkuri di lingkungan kita. Jurnal Skala Husada, 10 (2) : 175-183.
Kissi, P. (2013). Analisis Kandungan Merkuri Pada Krim Pemutih yang Beredar di Kota Manado. Jurnal Ilmiah Farmasi.
Kulsum, U. 2015. Bahaya kosmetik bermerkuri bagi kesehatan. Artikel. Universitas Negeri Malang.
Prihantini, N. N., Hutagulung, P. 2018. Paparan merkuri pada pekerja di industri kosmetik dalam kaitan dengan gangguan kesehatan. Jurnal Ilmiah Widya, 4 (3) : 331-336.
Rustagi, N dan Singh, R. 2010. Mercury and health care. Indian journal of occupational and enviromental medicine, 14 (2) : 45-48.
Sunarko, Th dan Riana M. (2007). Analisis Unsur-unsur Toksik dalam Sampel Krim Pemutih Wajah dengan Metode Analisis Aktivasi Neutron. Jurnal penelitian Pusat Teknologi Bahan Industri Nuklir (BTBIN). Tangerang.
Upik, R. (2016). Analisis Kandungan Merkuri (Hg) Pada Krim Pemutih Wajah Tidak Terdaftar yang Beredar Di Pasar Impres Kota Palu. Galenika Journal of Pharmacy, 78.
Wijaya, F. (2013). Analisis Kadar Merkuri (Hg) Dalam Sediaan Hand Body Lotion Whitening Pagi Merek X, Malam Merek X, Dan Bleaching Merek X Yang Tidak Terdaftar Pada BPOM. CALYPTRA, 2(2), 1-12.
World Health Organization. (2011). Mercury in skin lightening products. Public Health and Environment. Switzerland: WHO.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.