Nepotisme Dalam Berorganisasi
ARGENTA atau Argumen Teknik Kimia pada edisi ketiga membahas tentang nepotisme dalam berorganisasi. Wawancara dilakukan dengan empat narasumber yaitu Catrien Shofiya Amanda (Mahasiswa Teknik Kimia Angkatan 2021), Erlangga Aria Pratama (Mahasiswa Teknik Kimia Angkatan 2020), Aprilista Kristie (Mahasiswa Teknik Kimia Angkatan 2019), dan Hevi Ismarlina (Mahasiswa Teknik Kimia Angkatan 2018).
Setiap narasumber memiliki pendapat yang sama mengenai makna nepotisme. Menurut Catrien, Angga, Kikis, dan Hevi, nepotisme adalah suatu tindakan yang dilakukan dalam lingkup organisasi atau pemerintahan dimana tindakan tersebut biasanya dilakukan oleh pihak yang memiliki jabatan tinggi yang mendahulukan seseorang masuk organisasi tanpa melihat kemampuan dan kinerja yang dimiliki. Hevi menambahkan, faktor yang menyebabkan nepotisme diantaranya kedudukan pelaku yang tinggi, adanya deal/kongkalikong, jabatan yang sudah turun-menurun, alasan subjektif seperti beauty previlege, dan sistem hiring yang kurang transparan.
Nepotisme memiliki beberapa dampak bahaya jika dibiarkan, diantaranya adanya diskriminasi dalam upaya mendapatkan kesempatan pengembangan diri dan karir seseorang yang akhirnya akan menyebabkan turunnya motivasi kerja dan kinerja mereka yang masuk melalui jalur recruitment resmi (Angga), hilangnya kepercayaan diri serta motivasi suatu individu, membatasi persaingan dan inovasi, mengakibatkan kelemahan pada fondasi suatu organisasi atau pemerintahan yang akhirnya berefek luas pada pembangunan ekonomi dan kemajuan suatu negara secara menyeluruh (Catrien), menguntungkan pihak-pihak tertentu saja, orang-orang yang tidak melakukan dan terkait dengan nepotisme menjadi tidak nyaman bekerja di organisasi tersebut yang akibatnya bisa menurunkan peforma mereka (Kikis), menurunkan kualitas program-program kerja dan pendapatan profit karena posisi yang seharusnya diisi oleh orang-orang yang lebih pantas atau berkompeten tetapi malah diserahkan ke orang lain tanpa melihat kualifikasi yang diperlukan oleh organisasi tersebut dan membuat kepercayaan masyarakat menurun (Hevi).
Mengenai dampak positif yang ditimbulkan dari nepotisme, Hevi mengungkapkan bahwa tidak ada dampak positifnya kecuali untuk pelaku. “Sebenernya merekrut orang-orang yang punya hubungan dekat itu ngga masalah, tapi mereka benar-benar harus punya kemampuan dan komitmen yang tinggi supaya ngga merugikan organisasi dan orang lain juga” ujarnya. Catrien juga sependapat, tetapi memiliki pandangan bahwa nepotisme dapat berdampak positif tergantung dari bagaimana seseorang tersebut memberi dan menerima jabatannya, misalnya karena orang tersebut sudah memiliki pengalaman yang kinerja yang baik sebelumnya. Lalu menurut Angga, dampak positif dapat rasakan ketika membahas atau bekerja sama dalam program kerja akan semakin mudah jika bersama teman dekat atau saudara. Pendapat Angga dan Kikis sama, tetapi Kikis menambahkan “Negatifnya kalau ga sama yang deket kinerjanya menurun itu juga bikin yang lain ga nyaman. Tapi memang lebih baik gada nepotisme sih.”
Ketika ditanya mengenai langkah yang bisa dilakukan ketika melihat kasus nepotisme dalam kehidupan nyata, Angga menyatakan akan melakukan survey terlebih dahulu apakah nepotisme tersebut berdampak positif atau negatif, jika negatif maka perlu diperbaiki. Catrien juga berpendapat akan melakukan evaluasi kompetensi kinerja, keterampilan, dan kemampuannya lalu menimbang positif dan negatifnya, jika berdampak negatif akan didiskusikan kepada atasan dan rekan kerja lainnya untuk mendapat solusi terbaik. Sedangkan Kikis akan mempertanyakan saja karena sudah pernah mengalami kasus tersebut. “Kalau kinerjanya bagus sih gapapa ya, masih berguna tapi kalau yang ga berguna ya paling aku sarkasin kok ngilang. Karna percuma sih bilangin yang pimpinannya kalau dianya masih mau masukin jalur nepotisme. Karena kalo kayak gitu pejabat strukturalnya kebanyakan juga sama berasal dari nepotisme jadi kebawahnya bakal tetep ada” ujarnya. Lalu menurut Hevi yang berpendapat bahwa sistem nepotisme sudah turun-menurun atau berakar, jadi agak sulit untuk mengubahnya. “Tapi bukan ngga mungkin juga, beberapa cara yang bisa dilakuin untuk meminimalisir nepotisme bisa dengan mengganti sistem ngga jelas yang diwarisi periode sebelumnya, memilih kandidat berdasarkan kemampuan dan kualifikasi yang dibutuhkan bukan hubungan kekerabatan atau nama yang mereka miliki, coba diskusi dengan pihak-pihak yang punya wewenang untuk menangani hal tersebut, dan evaluasi kemampuan yang dimiliki orang tersebut untuk posisi yang diincar.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.