Pandemi COVID-19 telah menjadi perhatian berbagai negara di dunia sejak kemunculannya pada awal Desember tahun 2019 di Wuhan, China. Virus corona yang dimaksud yaitu SARS-CoV-2, sedangkan COVID-19 merupakan kependekan dari corona virus disease-19. Menurut laman covid19.go.id, jumlah kasus terkonfirmasi positif di Indonesia pada awal Juli 2021 adalah sekitar 2,4 juta dengan 14,9% kasus aktif, 82,5% sembuh, dan 2,6% meninggal. Angka kasus terkonfirmasi positif ini terus tumbuh semakin tinggi akhir-akhir ini. Hal tersebut diduga karena mobilitas pergerakan masyarakat dan adanya mutasi varian baru dari virus corona (SARS-CoV-2).
Pada dasarnya, semua virus, termasuk virus corona atau SARS-CoV-2, memang bisa berubah dan mengalami mutasi seiring berjalannya waktu. Mutasi gen merupakan perubahan gen secara spontan dan bersifat turun temurun dari partikel virus induk ke partikel virus anakannya (Parwanto, 2021). Mutasi ini juga merupakan salah satu bentuk pertahanan dari virus agar bisa terus berkembang biak. Menurut laman www.who.int, ketika virus menyebar luas dalam suatu populasi dan menyebabkan banyak infeksi, kemungkinan virus untuk bermutasi meningkat. Semakin banyak peluang virus menyebar, maka semakin banyak replikasi dan semakin banyak peluang untuk berubah. Kebanyakan mutasi virus sedikit atau bahkan tidak memiliki dampak pada kemampuan virus untuk menyebabkan infeksi dan penyakit. Letak perubahan pada materi genetik virus dapat mempengaruhi sifat virus, seperti penularan (lebih mudah atau kurang mudah menyebar) atau tingkat keparahan (lebih buruk atau lebih ringan). Semakin banyak mutasi gen pada virus corona, semakin banyak varian dari SARS-CoV-2. Mutasi gen virus corona menjadi populer semenjak ditemukannya varian SARS-CoV-2 di Inggris, Afrika Selatan, Brazil, Amerika Serikat, dan negara lainnya.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengumumkan adanya pemberian nama-nama baru bagi varian virus corona yang telah terdeteksi di sejumlah negara. Penamaan ini dilakukan setelah sejumlah pertimbangan serta adanya konsultasi luas dan tinjauan dari banyak sistem penamaan potensial. WHO memutuskan memberikan nama-nama baru bagi varian virus corona yang tidak terkait dengan suatu negara, namun masih tetap mudah diingat. Nama tersebut menggunakan alfabet Yunani. Berikut ini penamaan baru untuk sepuluh varian baru virus corona:
1. Varian virus corona Inggris B.1.1.7 (Alpha)
B.1.1.7 merupakan varian virus corona yang pertama kali muncul di Inggris pada Desember 2020. Studi awal mengenai varian baru virus corona tersebut menunjukkan potensi peningkatan penularan dan rawat inap. Adapun sejumlah gejala dari varian baru virus corona Alpha ini, yakni demam, batuk, sulit bernapas, menurunnya fungsi indra pengecap dan penciuman, serta keluhan pada saluran pencernaan. Menurut databoks.katadata.co.id, varian B.1.1.7 ini diketahui memiliki tingkat penularan sekitar 29% lebih tinggi dibandingkan dengan jenis virus yang beredar sebelumnya. Varian B.1.1.7 saat ini merupakan varian yang paling banyak dilaporkan oleh orang dari berbagai negara. WHO mencatat berbagai peningkatan kasus sampai 49% varian B.1.1.7 yang bersirkulasi di Asia Tenggara.
2. Varian virus corona Afrika Selatan B.1.351 (Beta)
Virus corona varian B.1.351 pertama kali ditemukan di Teluk Nelson Mandela, Afrika Selatan pada Mei 2020. Varian virus corona B.1.351 bisa mempengaruhi netralisasi beberapa antibodi. Varian ini juga diketahui lebih mudah menular antar manusia. Gejala infeksi virus corona varian ini umumnya mirip dengan gejala COVID-19 secara umum, tetapi varian Beta diketahui lebih kebal terhadap beberapa jenis pengobatan. Namun, penelitian baru-baru ini menunjukkan bahwa gejala COVID-19 varian Beta cenderung lebih ringan pada orang yang telah mendapatkan vaksin COVID-19, seperti vaksin Sinovac, Pfizer, dan Moderna. Juru Bicara Vaksinasi COVID-19 Kemenkes, Siti Nadia Tarmizi, sebelumnya mengatakan diduga varian virus corona Beta ini mempengaruhi penurunan efikasi vaksin Covid-19. Varian virus corona Beta ini juga memiliki kemampuan penularan yang lebih cepat dan berpotensi mengakibatkan kematian yang tinggi. Tingkat penularan varian Beta (B.1.351) diketahui lebih tinggi 25% dari virus aslinya.
3. Varian virus corona Brazil P.1 (Gamma)
Virus corona varian P.1 merupakan varian virus corona yang ditemukan di Brazil pada November 2020. Varian virus corona Gamma ini juga sama dengan varian B.1.352 yang ditemukan lolos dari netralisasi saat diinkubasi dengan antibodi yang dihasilkan sebagai respons terhadap gelombang pertama pandemi. Selain itu, varian ini juga menjadi perhatian karena memiliki mutasi yang berpotensi membuatnya lebih mudah menular dan resisten terhadap vaksin. Tingkat penularan varian Gamma (P.1) tercatat lebih tinggi 38% dari virus aslinya.
4. Varian India B.1.617.2 (Delta)
Virus corona varian B.1.617.2 merupakan varian virus corona yang ditemukan di India pada Oktober 2020. Virus corona varian B.1.617 merupakan varian baru dari mutasi ganda E484Q dan L452R. E484Q mirip dengan E484K, yang merupakan mutasi yang terlihat pada varian Afrika Selatan, B.1.351 dan pada varian Brazil, P.1. Adapun L452R juga terdeteksi dalam varian virus California, B.1.429. Menurut databoks.katadata.co.id, hasil studi tim peneliti gabungan dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), London School of Hygiene and Tropical Medicine, dan Imperial College London menunjukkan, virus corona COVID-19 varian Delta (B.1.617.2) mempunyai tingkat penularan lebih tinggi 97% dibandingkan varian aslinya. Tingkat penularan itu sekaligus menjadi yang tertinggi dibandingkan varian baru corona lainnya. Dikutip dari indonesiabaik.id, beberapa gejala yang ditimbulkan varian Delta antara lain sakit kepala, sakit tenggorokan, flu parah, demam, batuk, hilangnya selera makan, mual dan muntah, nyeri sendi, diare, dan sakit perut. Varian virus baru ini juga telah bermutasi menjadi varian virus Delta Plus (AY.1 dan AY.2).
5. Varian Amerika Serikat B.1.427 atau B.1.429 (Epsilon)
Varian virus corona baru ini merupakan varian California yang ditemukan pada Juli 2020. Varian virus corona Epsilon ini diperkirakan menyumbang 52% kasus Covid di California, 41% di Nevada, dan 25% di Arizona. CDC juga telah mengklasifikasikan varian virus corona Epsilon ini sebagai varian kekhawatiran yang berarti ada bukti bahwa varian ini mengarah pada peningkatan penularan dan penyakit yang lebih parah.
6. Varian virus corona Brazil P.2 (Zeta)
Varian P.2 adalah varian virus corona lain selain varian P.1 yang terdeteksi lebih dulu di Brazil. Varian virus corona Zeta ini juga telah terdeteksi lebih dahulu di Inggris dan dilaporkan menyebar di Rio de Janeiro.Varian virus corona Zeta ini meskipun mengandung E484K namun dianggap tak cukup untuk menetapkannya masuk sebagai varian kekhawatiran. Varian virus corona Zeta tidak mengandung mutasi penting lain sebagaimana yang dibawa varian P.1.
7. Varian B.1.525 (Eta)
Virus corona varian B.1.525 adalah varian yang baru-baru ini diidentifikasi di Inggris. Para ilmuwan mengawasi varian virus corona Eta ini karena memiliki beberapa mutasi pada gen protein lonjakan. Mutasi tersebut termasuk adanya E484K. Meski demikian, sejauh ini tak ada bukti bahwa virus corona Eta lebih menular atau mengarah ke penyakit yang lebih parah.
8. Varian Filipina P.3 (Theta)
Varian virus corona asal Filipina ini dideteksi di Filipina pada 13 Maret 2021 dan ditemukan pada sampel lokal Filipina. Meskipun belum ada cukup bukti mengenai dampak varian virus corona Theta pada kesehatan masyarakat, namun tetap ada kemungkinan virus lebih menular dibandingkan versi asli SARS-CoV-2.
9. Varian Amerika Serikat B.1.526 (Iota)
Virus corona varian B.1526 mulai ditemukan pada sampel yang dikumpulkan di New York pada bulan November 2020. Belum diketahui apakah varian virus corona Iota lebih menular dibandingkan virus aslinya. Virus corona Iota juga belum tersebar luas, namun tampaknya menyebar cukup efisien melalui wilayah metropolitan New York dan sekitarnya.
10. Varian India B.1.617.1 (Kappa)
Varian virus corona Kappa merupakan varian baru yang terdiri dari mutasi ganda. Virus ini pertama kali ditemukan di India pada Oktober 2020. Di India, dilaporkan ada lebih dari 2,7 juta kasus infeksi, sub-garis keturunan B.1617.1 dan B.1617.2 ditemukan masing-masing pada 21% dan 7% dari semua sampel. B.1617.1 dan B.1617.2 terbukti resisten terhadap antibodi Bamlanivimab yang digunakan untuk pengobatan COVID-19, dan berkurangnya kerentanan terhadap antibodi netralisasi untuk B.1617.1. Tingkat penularan varian Kappa (B.1.617.1) lebih tinggi 48% dibandingkan varian asli corona.
Dari beberapa varian virus corona jenis baru, terdapat tiga varian baru yang sudah masuk ke Indonesia. Varian baru tersebut antara lain B.1.1.7 (Alpha), B.1.351 (Beta), dan B.1.617.2 (Delta). Ketiga varian tersebut juga merupakan varian yang digolongkan ke dalam “Variant of Concern“ yang perlu diwaspadai. Kementerian Kesehatan mengidentifikasi keberadaannya sejak awal Mei 2021. Dari ketiga varian tersebut, varian Delta menjadi varian yang paling banyak ditemukan di Indonesia.
Menurut laman www.who.int, langkah-langkah saat ini untuk mengurangi penularan adalah sering mencuci tangan, memakai masker, menjaga jarak fisik, ventilasi yang baik, dan menghindari tempat-tempat ramai atau tempat tertutup. Dengan mengurangi jumlah penularan virus, maka akan mengurangi peluang virus untuk bermutasi. Meningkatkan produksi vaksin dan meluncurkan vaksin secepat dan seluas mungkin juga akan menjadi cara penting untuk melindungi orang sebelum mereka terpapar virus dan risiko varian baru. Prioritas harus diberikan untuk memvaksinasi kelompok berisiko tinggi di mana saja untuk memaksimalkan perlindungan global terhadap varian baru dan meminimalkan risiko penularan. Selain itu, memastikan akses yang adil ke vaksin COVID-19 juga penting untuk mengatasi pandemi yang berkembang. Karena semakin banyak orang yang divaksinasi, diperkirakan sirkulasi virus akan menurun, yang kemudian akan menyebabkan lebih sedikit mutasi.
Dengan demikian, terdapat sepuluh varian virus corona jenis baru yang diumumkan WHO dan tiga di antaranya telah ada di Indonesia. Mutasi virus corona bisa diminimalkan dengan mengurangi penularan penyebaran virus. Pencegahan penularannya adalah dengan menjalankan protokol kesehatan antara lain memakai masker, mencuci tangan menggunakan sabun dan air bersih, menjaga jarak, menghindari kerumunan, dan menjalani vaksinasi.
DAFTAR PUSTAKA
Parwanto, M. E. (2021). Virus Corona (SARS CoV-2) penyebab COVID-19 kini telah bermutasi. Jurnal Biomedika dan Kesehatan, 4(2), 47-49.
Sumber website :
http://www.databoks.katadata.co.id/
http://www.indonesiabaik.id/
https://kesehatan.kontan.co.id/
https://sehatnegeriku.kemkes.go.id/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.