Bioetanol merupakan senyawa alkohol golongan biofuel yang diproduksi melalui fermentasi polisakarida dari tanaman seperti tebu, jagung, atau selulosa. Sebagai bahan bakar, bioetanol dapat digunakan sebagai campuran gasoline (E10, E20, atau E85), atau dalam bentuk murni pada mesin khusus. Rumus kimia bioetanol adalah C2H6O, juga sering ditulis sebagai C2H5OH atau CH3CH2OH. Secara fisik, bioetanol berwujud cairan tidak berwarna yang mudah menguap dan mudah terbakar. Bioetanol memiliki titik didih pada 78,4°C, titik leleh pada -114,1 °C dan titik nyala pada 13°C. Senyawa ini mengandung oksigen sekitar 34,7%, larut sempurna dalam air, dan dapat teroksidasi menjadi asam asetat.
Bensin Dicampur Etanol 10% :
Mesin Senang atau Ngambek?
Gambar
Bensin Mengandung 10% Etanol
Sumber:
https://ekoin.co/presiden-prabowo-setujui-mandatori-10-etanol-untuk-bensin/
Bioetanol merupakan senyawa
alkohol golongan biofuel
yang diproduksi
melalui fermentasi polisakarida dari tanaman seperti tebu, jagung,
atau selulosa. Sebagai bahan bakar, bioetanol dapat digunakan sebagai
campuran gasoline (E10,
E20, atau E85), atau dalam bentuk murni pada mesin khusus. Rumus
kimia bioetanol adalah C2H6O,
juga sering ditulis sebagai C2H5OH
atau CH3CH2OH.
Secara fisik, bioetanol berwujud cairan tidak berwarna yang mudah
menguap dan mudah terbakar. Bioetanol memiliki titik didih pada
78,4°C, titik leleh pada -114,1 °C dan titik nyala pada 13°C.
Senyawa ini mengandung oksigen sekitar 34,7%, larut sempurna dalam
air, dan dapat teroksidasi menjadi asam asetat.
Penggunaan gasoline
E10 sebagai alternatif
bahan bakar fosil ini menawarkan keunggulan teknis dan lingkungan.
Secara teknis, angka oktan (AKI) E10 lebih tinggi (86.2) dibanding
gasoline
(84.4) mengurangi
knocking pada mesin
kendaraan. Sebuah studi yang menguji mesin SI
(Spark Ignition)
menemukan bahwa E10 menghasilkan peningkatan tenaga rata-rata sebesar
1,64% dan peningkatan torsi rata-rata sebesar 1,74%. Durasi
pembakaran yang lebih singkat (sekitar 2,42% lebih cepat) dan
pelepasan panas (Heat
Release Rate) yang
terjadi lebih awal serta lebih tinggi pada RPM tinggi. Kandungan
oksigen pada bioetanol mengurangi emisi Karbon Monoksida (CO), yaitu
berkurang sebesar 6% pada E10 dan 5,76% pada E15 Selain itu,
penggunaan bioetanol (termasuk E10) sebagai alternatif bahan bakar
dapat mengurangi ketergantungan pada bahan bakar turunan minyak bumi
yang sifatnya terbatas.
Perbandingan
torsi dan durasi pembakaran dari data rata-rata untuk bahan bakar E0
dan E10
Namun, penggunaan bioetanol
memiliki beberapa dampak negatif. E10 memiliki kandungan energi (LHV)
yang lebih rendah (41.282 kJ/kg) dibanding gasoline
(43.000 kJ/kg), sehingga SFC (Specific
Fuel Consumption) yang
sedikit meningkat. Bioetanol juga dapat larut sempurna dengan air.
Jika bahan bakar E10 terkontaminasi air campuran tersebut dapat
mengalami demixing.
Bahan bakar akan terpisah menjadi dua lapisan: lapisan bawah
(campuran air/etanol) dan lapisan atas (bensin). Jika ini terjadi,
mesin akan menyedot bensin yang telah kehilangan komponen peningkat
oktannya, yang dapat merusak mesin secara serius. Selain itu,
penambahan 10% bioetanol dapat meningkatkan tekanan uap (RVP) bahan
bakar sehingga mempercepat
evaporative losses.
Hasil
konsumsi bahan bakar spesifik (SFC) yang diperoleh: (a) secara
analitis; (b) pengujian mesin 2 di bawah kondisi stabil
(steady-state);
dan (c) kendaraan karburator dan fuel-injected
di bawah kondisi stabil pada beban penuh pada dinamometer sasis
setelah 72.000 km beroperasi
Sumber:
https://www.mdpi.com/1996-1073/11/1/221
Di sisi lain, pemanfaatan
bioetanol sebagai campuran bahan bakar fosil terus berkembang seiring
meningkatnya kebutuhan energi rendah emisi. Bioetanol dipandang
sebagai biofuel potensial karena beberapa keunggulan utama. Pertama,
sebagai bahan bakar terbarukan dari biomassa seperti tebu, jagung,
atau limbah pertanian, bioetanol memberikan solusi atas menipisnya
cadangan minyak fosil dan mendukung kemandirian energi. Penelitian
“Potentiality of
Ethanol as a Fuel for Dedicated Engine”
menunjukkan biomassa menghasilkan keseimbangan emisi CO₂ lebih baik
melalui prinsip well-to-wheel
sehingga menurunkan gas rumah kaca kendaraan. Kedua, bioetanol
memiliki angka oktan tinggi dan panas laten penguapan besar yang
memungkinkan pembakaran lebih sempurna, meminimalkan knocking,
serta meningkatkan efisiensi termal dan performa mesin secara
signifikan pada dedicated
engine. Ketiga,
sebagai oksigenator alami, bioetanol membawa kandungan oksigen dalam
molekulnya yang membantu atomisasi campuran udara-bahan bakar,
menghasilkan pembakaran lebih sempurna dan menekan emisi CO serta HC
sebagaimana terbukti dalam berbagai penelitian mesin sepeda motor di
Indonesia. Pengembangan bioetanol juga mendukung kemandirian ekonomi
lokal negara agraris dengan mengurangi ketergantungan impor minyak
melalui pemanfaatan limbah pertanian.
Dibanding gasoline,
penambahan bioetanol mempengaruhi karakteristik pembakaran. Meski
bensin murni memiliki nilai kalor lebih tinggi, campuran bioetanol
mampu meningkatkan intensitas nyala, mempercepat laju pembakaran, dan
menggeser puncak pelepasan panas ke posisi yang lebih menguntungkan
dalam siklus mesin. Studi Sonawane dkk. menunjukkan bahwa pada E10,
pembakaran berlangsung lebih cepat sehingga energi lebih efektif
diubah menjadi kerja mekanik, walaupun nilai kalornya lebih rendah.
Dampaknya terlihat pada performa mesin. Pada motor 150 cc, campuran
10% etanol 90% pertalite menghasilkan daya dan torsi lebih tinggi
daripada bensin murni, khususnya pada putaran menengah hingga tinggi,
dengan hasil dynotest
mencapai 0,72 kW dan
0,75 Nm di titik optimal. Pada motor 4-tak 125 cc dengan sistem
injeksi, campuran E20 tercatat paling efisien, memberikan penghematan
bahan bakar hingga 14% serta menurunkan emisi HC, CO, dan CO₂ pada
kondisi idle maupun
variasi putaran mesin, sejalan dengan efek oksigenasi bioetanol yang
meningkatkan kualitas pembakaran.
Dari sisi emisi, seluruh
penelitian menunjukkan pola serupa: campuran etanol menghasilkan CO
dan HC lebih rendah dibanding bensin murni. Bahkan pada kadar
bioetanol 15%, penurunan CO dapat melebihi 25% pada putaran tinggi,
menandakan pembakaran semakin mendekati kondisi stoikiometris.
Berdasarkan berbagai
keunggulannya, bioetanol menjadi salah satu opsi biofuel
yang paling siap diintegrasikan pada kendaraan bermotor masa kini,
baik melalui penggunaan campuran rendah (E10–E20) maupun pada mesin
yang didedikasikan secara khusus untuk bioetanol. Secara keseluruhan,
gasoline
masih unggul dalam nilai kalor, tetapi ketika ditinjau dari performa
dinamis mesin dan dampak ekologis, campuran bioetanol terbukti
memberikan kombinasi paling ideal antara efisiensi, tenaga, dan emisi
rendah. Oleh karena itu, integrasi bioetanol dalam bahan bakar
kendaraan menjadi strategi transisi energi yang realistis dan
berdampak positif.
Daftar
Pustaka
Tibaquirá,
Juan E., José I. Huertas, Sebastián Ospina, Luis F. Quirama, and
José E. Niño. 2018. The
Effect of Using Ethanol-Gasoline Blends on the Mechanical, Energy and
Environmental Performance of In-Use Vehicles.
Energies 11, no. 1: 221.
Sonawane ,
S. ., Sekhar, R., Warke , A. ., Thipse, S., & Varma, C.(2023.
Forecasting of Engine Performance for Gasoline-Ethanol Blends using
Machine Learning. Journal of Engineering and Technological Sciences,
Vol. 55,No 3 pp. 340-355. Bandung: Insitut Teknologi Bandung.
Suhartoyo.
2021.
PENGARUH
PENAMBAHAN ETANOL DI BAHAN BAKAR TERHADAP PRESTASI MESIN 4 TAK,
Vol. 6, No. 2. Jurnal Kajian Teknik Mesin (JKTM).